Jumat, 18 November 2011

Thoriqot Asy-Syadziliyyah

Pendiri Tarekat Syadziliyah
Tarekat Syadziliyah adalah tarekat yang
dipelopori oleh
Syeh Abul Hasan Asy Syadzili.
Nama Lengkapnya adalah Abul Hasan Asy
Syadzili al-Hasani bin Abdullah Abdul Jabbar
bin Tamim bin Hurmuz bin Hatim bin Qushay bin
Yusuf bin Yusya' bin Ward bin Baththal bin
Ahmad bin Muhammad bin Isa bin Muhammad
anak pemimpin pemuda ahli surga dan cucu
sebaik-baik manusia: Abu Muhammad Hasan
bin
Ali bin Abi Thalib r.a dan Fatimah al-Zahra
[1]binti Rasulullah SAW. .
Nama kecil Syeh Abul Hasan Asy Syadzili
adalah Ali, gelarnya adalah Taqiyuddin,
Julukanya adalah Abu Hasan dan nama
populernya adalah Asy Syadzili. al-Syadzili
lahir di sebuah desa yang bernama Ghumarah,
dekat kota
Sabtah pada tahun 593 H(1197 M).
menghapal al-Quran dan pergi ke Tunis ketika
usianya masih sangat muda. Ia tinggal di desa
Syadzilah. Oleh karena itu, namanya
dinisbatkan kepada desa tersebut meskipun ia
[1]tidak berasal dari desa tersebut.
Intisari tarekat
Secara pribadi Abul Hasan asy-Syadzili tidak
meninggalkan karya tasawuf, begitu juga
muridnya, Abul Abbas al-Mursi, kecuali hanya
sebagai ajaran lisan
tasawuf, doa, dan hizib.
Ibn Atha'illah as- Sukandari adalah orang yang
prtama menghimpun ajaran-ajaran, pesan-
pesan, doa dan biografi keduanya, sehingga
kasanah tareqat Syadziliyah tetap terpelihara.
Ibn Atha'illah juga orang yang pertama kali
menyusun karya paripurna tentang aturan-
aturan tareqat tersebut, pokok-pokoknya,
prinsip-prinsipnya, bagi angkatan-angkatan
setelahnya.
Melalui sirkulasi karya-karya Ibn Atha'illah,
tareqat Syadziliyah mulai tersebar sampai ke
Maghrib, sebuah negara yang pernah menolak
sang guru. Tetapi ia tetap merupakan tradisi
individualistik, hampir-hampir mati, meskipun
tema ini tidak dipakai, yang menitik beratkan
pengembangan sisi dalam. Syadzili sendiri tidak
mengenal atau menganjurkan murid-muridnya
untuk melakukan aturan atau ritual yang khas
dan tidak satupun yang berbentuk kesalehan
populer yang digalakkan. Namun, bagi murid-
muridnya tetap mempertahankan ajarannya.
Para murid melaksanakan Tareqat Syadziliyah
di zawiyah-zawiyah yang tersebar tanpa
mempunyai hubungan satu dengan yang lain.
Sebagai ajaran Tareqat ini dipengaruhi oleh
al-Ghazali dan al-Makki. Salah satu perkataan
as-Syadzili kepada murid-muridnya:
"Seandainya kalian mengajukan suatu
permohonanan kepada Allah, maka
sampaikanlah lewat Abu Hamid al-Ghazali".
Perkataan yang lainnya: "Kitab Ihya' Ulum ad-
Din, karya al-Ghozali, mewarisi anda ilmu.
Sementara Qut al-Qulub, karya al-Makki,
mewarisi anda cahaya." Selain kedua kitab
tersebut, as-Muhasibi, Khatam al-Auliya,
karya Hakim at-Tarmidzi, Al-Mawaqif wa al-
Mukhatabah karya An-Niffari, Asy-Syifa
karya Qadhi 'Iyad, Ar-Risalah karya al-
Qusyairi, Al-Muharrar al-Wajiz karya Ibn
Atah'illah.
Silsilah
Sanad dan Silsilah Tariqah
As-Syaikh As-Sayyid Abil Hasan Asy-
Syadzili ra drp
As-Syaikh Abdus Salam b Mashish ra drp
As-Syaikh Muhammad bin Harazim ra drp
As-Syaikh Muhammad Salih ra drp
As-Syaikh Shuaib Abu Madyan ra drp
As-Syaikh As-Sayyid Abdul Qadir Al-Jailani
ra drp
As-Syaikh Abu Said Al-Mubarak ra drp
As-Syaikh Abul Hasan Al-Hukkari ra drp
As-Syaikh At-Tartusi ra drp
As-Syaikh Asy-Shibli ra drp
As-Syaikh Sari As-Saqati ra drp
As-Syaikh Ma'ruf Al-Kharkhi ra drp
As-Syaikh Daud At-Tai ra drp
As-Syaikh Habib Al-Ajami ra drp
Imam Hasan Al-Basri ra drp
Sayyidina Ali bin Abu Talib ra drp
Sayyidina Muhammad saw
Sanad Nasab Abil Hasan Asy-Syadzili
As-Sayyid Asy-Syaikh Abil Hasan Asy-
Syadzili bin
Ali bin
Abdullah bin
Tamim bin
Hurmuz bin
Hatim bin
Qusay bin
Yusuf bin
Yusya bin
Ward bin
Bathaal bin
Ali bin
Ahmad bin
Muhammad bin
Isa bin
Muhammad bin
Abi Muhammad bin
Imam Hasan bin
Sayyidna Ali ra dan Sayyidatina Fathimah
binti
Rasulullah Sayyidina Muhammad saw.
Wejangan Dasar
1. Tauhid dengan sebenar-benarnya tauhid yang
tidak musrik kepada Alloh ta'ala
1. Ketaqwaan terhadap Allah swt lahir dan
batin, yang diwujudkan dengan jalan bersikap
wara' dan Istiqamah dalam menjalankan
perintah Allah swt.
1. Konsisten mengikuti Sunnah Rasul, baik dalam
ucapan maupun perbuatan, yang direalisasikan
dengan selalau bersikap waspada dan
bertingkah laku yang luhur.
1. Berpaling (hatinya) dari makhluk, baik dalam
penerimaan maupun penolakan, dengan berlaku
sadar dan berserah diri kepada Allah swt
(Tawakkal).
1. Ridho kepada Allah, baik dalam kecukupan
maupun kekurangan, yang diwujudkan dengan
menerima apa adanya (qana'ah/ tidak rakus)
dan menyerah.
1. Kembali kepada Allah, baik dalam keadaan
senang maupun dalam keadaan susah, yang
diwujudkan dengan jalan bersyukur dalam
keadaan senang dan berlindung kepada-Nya
dalam keadaan susah.
Kelima sendi tersebut juga tegak diatas lima
sendi berikut:
Semangat yang tinggi, yang mengangkat
seorang hamba kepada derajat yang tinggi.
Berhati-hati dengan yang haram, yang
membuatnya dapat meraih penjagaan Allah
atas kehormatannya.
Berlaku benar/baik dalam berkhidmat sebagai
hamba, yang memastikannya kepada pencapaian
tujuan kebesaran-Nya/kemuliaan-Nya.
Melaksanakan tugas dan kewajiban, yang
menyampaikannya kepada kebahagiaan hidupnya.
Menghargai (menjunjung tinggi) nikmat, yang
membuatnya selalu meraih tambahan nikmat
yang lebih besar.
Selain itu tidak peduli sesuatu yang bakal
terjadi (merenungkan segala kemungkinan dan
akibat yang mungkin terjadi pada masa yang
akan datang) merupakan salah satu pandangan
tareqat ini, yang kemudian diperdalam dan
diperkokoh oleh Ibn Atha'illah menjadi doktrin
utamanya. Karena menurutnya, jelas hal ini
merupakan hak prerogratif Allah. Apa yang
harus dilakukan manusia adalah hendaknya ia
menunaikan tugas dan kewajibannya yang bisa
dilakukan pada masa sekarang dan hendaknya
manusia tidak tersibukkan oleh masa depan
yang akan menghalanginya untuk berbuat
positif.
Perkembangan Tarekat
Sementara itu tokohnya yang terkenal pada
abad ke delapan Hijriyah, Ibn Abbad ar-Rundi
(w. 790 H), salah seorang pensyarah kitab al-
Hikam memberikan kesimpulan dari ajaran
Syadziliyah: Seluruh kegiatan dan tindakan kita
haruslah berupa pikiran tentang kemurahan
hati Allah kepada kita dan berpendirian bahwa
kekuasaan dan kekuatan kita adalah nihil, dan
mengikatkan diri kita kepada Allah dengan
suatu kebutuhan yang mendalam akan-Nya, dan
memohon kepada-Nya agar memberi syukur
kepada kita."
Mengenai dzikir yang merupakan suatu hal yang
mutlak dalam tareqat, secara umum pada pola
dzikir tareqat ini biasanya bermula dengan
Fatihat adz-dzikir. Para peserta duduk dalam
lingkaran, atau kalau bukan, dalam dua baris
yang saling berhadapan, dan syekh di pusat
lingkaran atau diujung barisan. Khusus
mengenai dzikir dengan al-asma al-husna
dalam tareqat ini, kebijakjsanaan dari seorang
pembimbing khusus mutlak diperlukan untuk
mengajari dan menuntun murid. Sebab
penerapan asma Allah yang keliru dianggap
akan memberi akibat yang berbahaya, secara
rohani dan mental, baik bagi sipemakai maupun
terhadap orang-orang disekelilingnya.
Beberapa contoh penggunaan Asma Allah
diberikan oleh Ibn Atha'ilah berikut: "Asma al-
Latif," Yang Halus harus digunakan oleh
seorang sufi dalam penyendirian bila seseorang
berusaha mempertahankan keadaan
spiritualnya; Al-Wadud, Kekasih yang Dicintai
membuat sang sufi dicintai oleh semua
makhluk, dan bila dilafalkan terus menerus
dalam kesendirian, maka keakraban dan cinta
Ilahi akan semakin berkobar; dan Asma al-
Faiq, "Yang Mengalahkan" sebaiknya jangan
dipakai oleh para pemula, tetapi hanya oleh
orang yang arif yang telah mencapai tingkatan
yang tinggi.
Demografik Para Pengikut
Tareqat Syadziliyah terutama menarik
dikalangan kelas menengah, pengusaha, pejabat,
dan pengawai negeri. Mungkin karena kekhasan
yang tidak begitu membebani pengikutnya
dengan ritual-ritual yang memberatkan
seperti yang terdapat dalam tareqat-tareqat
yang lainnya. Setiap anggota tareqat ini wajib
mewujudkan semangat tareqat di dalam
kehidupan dan lingkungannya sendiri, dan
mereka tidak diperbolehkan mengemis atau
mendukung kemiskinan. Oleh karenanya, ciri
khas yang kemudian menonjol dari anggota
tareqat ini adalah kerapian mereka dalam
berpakaian. Kekhasan lainnya yang menonjol
dari tareqat ini adalah "ketenagan" yang
terpancar dari tulisan-tulisan para tokohnya,
misalnya: asy-Syadzili, Ibn Atha'illah, Abbad. A
Schimmel menyebutkan bahwa hal ini dapat
dimengerti bila dilihat dari sumber yang diacu
oleh para anggota tareqat ini. Kitab ar-Ri'ayah
karya al-Muhasibi. Kitab ini berisi tentang
telaah psikologis mendalam mengenai Islam di
masa awal. Acuan lainnya adalah Qut al-Qulub
karya al-Makki dan Ihya Ulumuddin karya al-
Ghozali. Ciri "ketenangan" ini tentu sja tidak
menarik bagi kalangan muda dan kaum penyair
yang membutuhkan cara-cara yang lebih
menggugah untuk berjalan di atas Jalan Yang
Benar.
Disamping Ar-Risalahnya Abul Qasim Al-
Qusyairy serta Khatamul Auliya'nya, Hakim
at-Tirmidzi. Ciri khas lain yang dimiliki oleh
para pengikut tareqat ini adalah keyakinan
mereka bahwa seorang Syadzilliyah pasti
ditakdirkan menjadi anggota tareqat ini sudah
sejak di alam Azali dan mereka percaya bahwa
Wali Qutb akan senantiasa muncul menjadi
pengikut tareqat ini.
Tidak berbeda dengan tradisi di Timur Tengah,
Martin menyebutkan bahwa pengamalan tareqat
ini di Indonesia dalam banyak kasus lebih
bersifat individual, dan pengikutnya relatif
jarang, kalau memang pernah, bertemu dengan
yang lain. Dalam praktiknya, kebanyakan para
anggotanya hanya membaca secara individual
rangaian-rangkaian doa yang panjang (hizb),
dan diyakini mempunyai kegunaan-kegunaan
megis. Para pengamal tareqat ini mempelajari
berbagai hizib, paling tidak idealnya, melalui
pengajaran (talkin) yang diberikan oleh seorang
guru yang berwewenang dan dapat memelihara
hubungan tertentu dengan guru tersebut,
walaupun sama sekali hampir tidak merasakan
dirinya sebagai seorang anggota dari sebuah
tareqat.
Amalan-Amalan
Hizb al-Bahr,Hizb Nashor,Hizb Barr
disampingHizib al-Hafidzah, merupakan
Hizib-Hizib yang terkenal dari as-Syadzilli.
Menurut laporan, hizib ini dikomunikasikan
kepadanya oleh Nabi SAW. Sendiri. Hizib ini
dinilai mempunyai kekuatan adikodrati, yang
terutama dugunakan untuk melindungi selama
dalam perjalanan dan bermanfaat dalam
meningkatkan kadar ibadah kepada Alloh ta'ala.
Sebagai contoh, Ibnu Batutah menggunakan
doa-doa tersebut selama perjalanan-
perjalanan panjangnya, dan berhasil. Di
Indonesia, dimana doa ini diamalkan secara
luas, secara umum dipercaya doa ini baik dan
tidak bertentangan dengan Sunatulloh dan
Sunnatur Rosul. Untuk pengamalan hizb ini
sebaiknya dalam bimbingan guru yang
mengamalkannya.
Hizib-hizib dalam Tareqat Syadzilliyah, di
Indonesia, juga dipergunakan oleh anggota
tareqat lain untuk memohon perlindungan
tambahan (Istighotsah), dan berbagai kekuatan
hikmah, seperti debus di Pandegelang, yang
dikaitkan dengan tareqat Rifa'iyah, dan di
Banten utara yang dihubungkan dengan tareqat
Qadiriyah. Akan tetapi yang utama adalah Hizb
tersebut dipergunakan untuk meningkatkan
kadar ibadah yang sebenarnya kepada Alloh
ta'ala.
Para ahli mengatakan bahwa hizib, bukanlah
doa yang sederhana, ia bukan hanya merupakan
mantera megis yang Nama-nama Allah Yang
Agung (Ism Allah A'zhim) dan, apabila
dilantunkan secara benar, akan mengalirkan
berkah dan menjamin respon supra natural dan
yang terpenting adalah mendapatkan
Ridho Alloh ta'ala semata
. Menyangkut
pemakaian hizib, wirid, dana doa, para syekh
tareqat biasanya tidak keberatan bila doa-doa,
hizib-hizib (Azhab), dan wirid-wirid dalam
tareqat dipelajari oleh setiap muslim untuk
tujuan personalnya. Akan tetapi mereka tidak
menyetujui murid-murid mereka
mengamalkannya tanpa berlandaskan Al Qur'an
dan tuntunan Rosululloh SAW, sebab murid
tersebut sedang mengikuti suatu pelatihan dari
sang guru untuk dapat beribadah kepada Alloh
ta'ala dengan benar.
Yang menarik dari filosufi Tasawuf Asy-
Syadzily, justru kandungan makna hakiki dari
Hizib-hizib itu, memberikan tekanan simbolik
akan ajaran utama dari Tasawuf atau Tharekat
Syadziliyah. Jadi tidak sekadar doa belaka,
melainkan juga
mengandung doktrin tingkah
laku islami, pemahaman, adab hati,
penyaksian, pembuktian yang sangat
dahsyat
.
Pengaruh dan Cabang-Cabang Tarekat
Syadziliyyah
Tareqat ini mempunyai pengaruh yang besar di
dunia Islam. Sekarang tareqat ini terdapat di
Afrika Utara, Mesir, Kenya, dan Tanzania
Tengah, Sri langka, Indonesia dan beberapa
tempat yang lainnya termasuk di Amerika
Barat dan Amerika Utara. Di Mesir yang
merupakan awal mula penyebaran tareqat ini,
tareqat ini mempunyai beberapa cabang,
yakitu: al-Qasimiyyah, al- madaniyyah, al-
Idrisiyyah, as-Salamiyyah, al-handusiyyah,
al-Qauqajiyyah, al-Faidiyyah, al-Jauhariyyah,
al-Wafaiyyah, al-Azmiyyah, al-Hamidiyyah,
al-Faisiyyah dan al- Hasyimiyyah.
Kata-Kata Hikmah
Di antara Ucapan Abul Hasan asy-Syadzili:
Pengelihatan akan yang Haqq telah mewujud
atasku, dan takkan meninggalkan aku, dan lebih
kuat dari apa yang dapat dipikul, sehingga aku
memohon kepada Tuhan agar memasang sebuah
tirai antara aku dan Dia. Kemudian sebuah
suara memanggilku, katanya " Jika kau
memohon kepada-Nya yang tahu bagaimana
memohon kepada-Nya, maka Dia tidak akan
memasang tirai antara kau dan Dia. Namun
memohonlah kepada-Nya untuk membuatmu
kuat memiliki-Nya."Maka akupun memohon
kekuatan dari Dia pun membuatku kuat, segala
puji itu milik Alloh ta'ala!
Aku pesan oleh guruku (Abdus Salam ibn
Masyisy ra): "Jangan anda melangkahkan kaki
kecuali untuk sesuatu yang dapat
mendatangkan keridhoan Allah ta'ala, dan
jangan duduk dimajelis kecuali majelis yang
aman dari murka Allah. Jangan bersahabat
kecuali dengan orang yang membantu berbuat
taat kepada Allah. Jangan memilih sahabat
karib kecuali orang yang menambah
keyakinanmu terhadap Allah."
Seorang wali tidak akan sampai kepada Allah
selama ia masih ada syahwat atau usaha
ikhtiar sendiri.
Janganlah yang menjadi tujuan doamu itu
adalah keinginan tercapainya hajat
kebutuhanmu. Dengan demikian engkau hanya
terhijab dari Allah. Yang harus menjadi tujuan
dari doamu adalah untuk dapat selalu taat
kepada Allah yang memiliki pemelihara dirimu.
Seorang arif adalah orang yang megetahui
rahasia-rahasia karunia Allah di dalam
berbagai macam bala' dan ni'mat yang
menimpanya sehari-hari, dan mengakui
kesalahan-kesalahannya di dalam lingkungan
belas kasih Allah kepadanya dan bersyukur
atas syukur yang mendalam.
Sedikit amal dengan mengakui dan mensyukuri
karunia Allah, lebih baik dari banyak amal
dengan terus merasa kurang beramal.
Andaikan Allah membuka nur (cahaya) seorang
mu'min yang berbuat dosa, niscaya ini akan
memenuhi antara langit dan bumi, maka
bagaimanakah kiranya menjelaskan : "Andaikan
Allah membuka hakikat kewalian seorang wali,
niscaya ia akan disembah, sebab ia telah
mengenangkan sifat-sifat Allah SWT.
Catatan kaki

1. ^ Ibn Abi-Qasim al-Humairi: "Jejak-
jejak Wali Allah", halaman 2-4. Penerbit
ERLANGGA, 2009 ISBN
(13)978-979-033-319-2

Sumber: Wikipedia Thoriqot Asy-Syadziliyyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar