Minggu, 20 November 2011

Ragam Dzikir

Ibnu Athaillah As Sakandary
Dzikir itu bermacam-macam. Sedangkan Yang
Didzikir hanyalah Satu, dan tidak terbatas. Ahli
dzikir adalah kekasih-kekasih Allah. Maka dari
segi kedisiplinan terbagi menjadi tiga:
Dzikir Jaly
Dzikir Khafy
Dzikir HaqiqiDzikir Jaly (bersuara), dilakukan
oleh para pemula, yaitu Dzikir Lisan yang
mengapresiasikan syukur, puhjian,
pebngagungan nikmat serta menjaga janji dan
kebajikannya, dengan lipatan sepuluh kali
hingga tujuh puluh.Dzikir Batin Khafy
(tersembunyi) bagi kaum wali, yaitu dzikir
dengan rahasia qalbu tanpa sedikit pun
berhenti. Disamping terus menerus baqa' dalam
musyahadah melalui musyahadah kehadiran
jiwa dan kebajikannya, dengan lipatan tujuh
puluh hingga tujuh ratus kali.
Dzikir Haqiqi yang kamil (sempurna) bagi
Ahlun-Nihayah (mereka yang sudah sampai di
hadapan Allah swt,) yaitu Dzikirnya Ruh melalui
Penyaksian Allah swt, terhadap si hamba. Ia
terbebaskan dari penyaksian atas dzikirnya
melalui baqa'nya Allah swt, dengan symbol,
hikmah dan kebajikannya mulai dari tujuh
ratus kali lipat sampai tiada hingga. Karena
dalam musyahadah itu terjadi fana', tiada
kelezatan di sana.
Ruh di sini merupakan wilayah Dzikir Dzat, dan
Qalbu adalah wilayah Dzikir Sifat, sedangkan
Lisan adalah wilayah Dzikir kebiasaan umum.
Mananakala Dzikir Ruh benar, akan menyemai
Qalbu, dan Qalbu hanya mengingat Kharisma
Dzat, di dalamnya ada isyarat perwujudan
hakikat melalui fana'. Di dalamnya ada rasa
memancar melalui rasa dekatNya.
Begitu juga, bila Dzikir Qalbu benar, lisan
terdiam, hilang dari ucapannya, dan itul;ah
Dzikir terhadap panji-panji dan kenikmatan
sebagai pengaruh dari Sifat. Di dalamnya ada
isyarat tarikanpada sesuatu tersisa di bawah
fana' dan rasa pelipatgandaan qabul dan
pengungkapan-pengungkapan.
Manakala qalbu alpa dari dzikir lisan baru
menerima dzikir sebagaimana biasa.
Masing-masing setiap ragam dzikir ini ada
ancamannya.
Ancaman bagi Dzikir Ruh adalah melihat
rahasia qalbunya. Dan ancaman Dzikir Qalbu
adalah melihat adanya nafsu dibaliknya.
Sedangkan ancaman Dzikir Nafsu adalah
mengungkapkan sebab akibat. Ancaman bagi
Dzikir Lisan adalah alpa dan senjang, maka
sang penyair mengatakan :
Dialah Allah maka ingatlah Dia
Bertasbihlah dengan memujiNya
Tak layaklah tasbih melainkan karena
keagunganNya
Keagungan bagiNya sebenar-benar total para
pemuji
Kenapa masih ada
Pengandaian bila dzikir-dzikir hambaNya
diterima?
Manakala lautan memancar, dan samudera
melimpah
Berlipat-lipat jumlahnya
Maka penakar lautan akan kembali pada
ketakhinggaan
Jika semua pohon-pohon jadi pena menulis
pujian padaNya
Akan habislah pohon-pohon itu, bahkan jika
dilipatkan
Takkan mampu menghitungnya.
Dia ternama dengan Sang Maha Puji
Sedang makhlukNya menyucikan sepanjang
hidup
Bagi kebesaranNya.
Perilaku manusia dalam berdzikir terbagi tiga:
Khalayak umum yang mengambil faedah dzikir.
Khalayak khusus yang bermujahadah
Khalayak lebih khusus yang mendapat limpahan
hidayah.
Dzikir untuk khalayak umum, adalah bagi
pemula demi penyucian. Dzikir untuk khalayak
khusus sebagai pertengahan, untuk menuai
takdir. Dan dzikir untuk kalangan lebih khusus
sebagai pangkalnya, untuk waspada
memandangNya.
Dzikir khalayak umum antara penafian dan
penetapan (Nafi dan Itsbat)
Dzikir khalayak khusus adalah penetapan dalam
penetapan (Itsbat fi Itsbat)
Dzikir kalangan lebih khusus Allah bersama
Allah, sebagai penetapan Istbat (Itsbatul
Istbat), tanpa memandang hamparan luas dan
tanpa menoleh selain Allah Ta'ala.
Dzikir bagi orang yang takut karena takut atas
ancamanNya.
Dzikir bagi orang yang berharap, karena
inginkan janjiNya.
Dzikir bagi penunggal padaNya dengan
Tauhidnya
Dzikir bagi pecinta, karena musyahadah
padaNya.
Dzikir kaum 'arifin, adalah DzikirNya pada
mereka, bukan dzikir mereka dan bukan bagi
mereka.
Kaum airifin berdzikir kepada Allah swt,
sebagai pemuliaan dan pengagungan.
Ulama berdzikir kepada Allah swt, sebagai
penyucian dan pengagungan.
Ahli ibadah berdzikir kepada Allah swt, sebagai
rasa takut dan berharap pencinta berdzikir
penuh remuk redam.
Penunggal berdzikir pada Allah swt dengan
penuh penghormatan dan pengagungan.
Khalayak umum berdzikir kepada Allah swt,
karena kebiasaan belaka.
[pagebreak] Hamba senantiasa patuh, dan
setiap dzikir ada yang Diingat, sedangkan orang
yang dipaksa tidak ada toleransi.
Tata cara Dzikir ada tiga perilaku :
1. Dzikir Bidayah (permulaan) untuk kehidupan
dan kesadaran jiwa.
2. Dzikir Sedang untuk penyucian dan
pembersihan.
3. Dzikir Nihayah (pangkal akhir) untuk wushul
dan ma'rifat.
Dzikir bagi upaya menghidupkan dan
menyadarkan jiwa, setelah seseorang terlibat
dosa, dzikir dilakukan dengan syarat-
syaratnya, hendaknya memperbanyak dzikir :
"Wahai Yang Maha Hidup dan Memelihara
Kehidupan, tiada Tuhan selain Engkau."
Dzikir bagi pembersihan dan penyucian jiwa,
setelah mengamai pengotoran dosa, disertai
syarat-syarat dzikir, hendaknya
memperbanyak :
"Cukuplah bagiku Allah Yang Maha Hidup nan
Maha Mememlihara Kehidupan."
Ada tiga martabat dzikir :
Pertama, dzikir alpa dan balasannya adalah
terlempar, tertolak dan terlaknat.
Kedua, dzikir hadirnya hati, balasannya adalah
kedekatan, tambahnya anugerah dan keutamaan
anugerah.
Ketiga, dzikir tenggelam dalam cinta dan
musyahadah serta wushul. Sebagaimana
dikatakan dalam syair :
Kapan pun aku mengingatMu, melainkan risau
dan gelisahku
Pikiranku, dzikirku, batinku ketika
mengingatMu,
Seakan Malaikat Raqib Kau utus membisik
padaku
Waspadalah, celaka kamu, dzikirlah!
Jadikan pandanganmu pada pertemuanmu
denganNya
Sebagai pengingat bagimu.
Ingatlah, Allah telah memberi panji-panji
kesaksianNya padamu
Sambunglah semua dari maknaNya bagi
maknamu
Berharaplah dengan dengan menyebut
kebeningan dari segala yang rumit
Kasihanilah kehambaanmu yang hina dengan
hatimu
Siapa tahu hati menjagamu
Dzikir itu sendiri senantiasa dipenuhi oleh tiga
hal :
Dzikir Lisan dengan mengetuk Pintu Allah swt,
merupakan pengapus dosa dan peningkatan
derajat.
Dzikir Qalbu, melalui izin Allah swt untuk
berdialog dengan Allah swt, merupakan
kebajikan luhur dan taqarrub.
Dzikir Ruh, adalah dialog dengan Allah swt,
Sang Maha Diraja, merupakan manifestasi
kehadiran jiwa dan musyahadah.
Dzikir Lisan dan Qalbu yang disertai kealpaan
adalah kebiasaan dzikir yang kosong dari
tambahan anugerah.
Dzikir Lisan dan Qalbu yang disertai kesadaran
hadir, adalah dzikir ibadah yang dikhususkan
untuk mencerap sariguna.
Dzikir dengan Lisan yang kelu dan qalbu yang
penuh adalah ketersingkapan Ilahi dan
musyahadah, dan tak ada yang tahu kadar
ukurannya kecuali Allah swt.
Diriwayatkan dalam hadits : "Siapa yang pada
wal penempuhannya memperbanyak membaca
"Qul Huwallaahu Ahad" Allah memancarkan
NurNya pada qalbunya dan menguatkan
tauhidnya.
Dalam riwayat al-Bazzar dari Anas bin Malik,
dari Nabi saw. Beliau bersabda :
"Siapa yang membaca surat "Qul Huwallahu
Ahad" seratus kali maka ia telah membeli
dirinya dengan surat tersebut dari Allah Ta'ala,
dan ada suara berkumandang dari sisi Allah
Ta'ala di langit-langitNya dan di bumiNya,
"Wahai, ingatlah, sesungguhnya si Fulan adalah
orang yang dimerdekakan Allah, maka barang
siapa yang sebelumnya merasa punya pelayan
hendaknya ia mengambil dari Allah swt .
Diriwayatkan pula: "Siapa yang memperbanyak
Istighfar, Allah meramaikan hatinya, dan
memperbanyak rizkinya, serta mengampuni
dosanya, dan memberi rizki tiada terhitung.
Allah memberikan jalan keluar di setiap
kesulitannya, diberi fasilitas dunia sedangkan
ia lagi bangkrut. Segala sesuatu mengandung
siksaan, adapun siksaan bagi orang arif adalah
alpa dari hadirnya hati dalam
dzikir."[pagebreak]
Dalam hadits sahih disebutkan:
"Segala sesuatu ada alat pengkilap. Sedangkan
yang mengkilapkan hati adalah dzikir. Dzikir
paling utama adalah Laa Ilaaha Illalloh".
Unsur yang bisa mencemerlangkan qalbu,
memutihkan dan menerangkan adalah dzikir itu
sendiri, sekaligus gerbang bagi fikiran.
Majlis tertinggi dan paling mulia adalah duduk
disertai kontemplasi (renungan, tafakkur) di
medan Tauhid. Tawakkal sebagai aktifitas qalbu
dan tauhid adalah wacananya.
Pintu dzikir itu tafakkur,
Pintu pemikiran adalah kesadaran.
Sedang pintu kesadaran zuhud.
Pintu zuhud adalah menerima pemberian Allah
Ta'ala (qona'ah)
Pintu Qonaah adalah mencari akhirat.
Pintu akhirat itu adalah taqwa.
Pintu Taqwa ada di dunia.
Pintu dunia adalah hawa nafsu,.
Pintu hawa nafsu adalah ambisi.
Pintu ambisi adalah berangan-angan.
Angan-angan merupakan penyakit yang akut
tak bias disembuhkan.
Asal angan-angan adalah cinta dunia.
Pintu cinta dunia adalah kealpaan.
Kealpaan adalah bungkus bagi batin qalbu yang
beranak pinak di sana.
Tauhid merupakan pembelah, di mana tak satu
pun bisa mengancam dan membahayakannya.
Sebagaimana dinkatakan :
"Dengan Nama Allah, tak ada satu pun di bumi
dan juga tidak di langit yang membahayakan,
bersama NamaNya. Dan Dia adalah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui."
Tauhid paling agung, esensi, qalbu dan
mutiaranya adalah Tauhidnya Ismul Mufrad
(Allah) ini, menunggalkan dan mengenalNya.
Sebagian kaum 'arifin ditanya mengenai Ismul
A'dzom, lalu menjawab, "Hendaknya anda
mengucapkan: Allah!", dan anda tidak ada di
sana.
Sesungguhnya orang yang berkata "Allah",
masih ada sisa makhluk di hatinya, sungguh tak
akan menemukan hakikat, karena adanya hasrat
kemakhlukan.
Siapa pun yang mengucapkan "Allah" secara
tekstual (huruf) belaka, sesungguhnya secara
hakikat dzikir dan ucapannya tidak diterima.
Karena ia telah keluar (mengekspresikan) dari
unsur, huruf, pemahaman, yang dirasakan,
simbol, khayalan dan imajinasi. Namun Allah
swt, ridlo kepada kita dengan hal demikian,
bahkan memberi pahala, karena memang tidak
ada jalan lain dalam berdzikir, mentauhidkan,
dari segi ucapan maupun perilaku ruhani
kecuali dengan menyebut Ismul Mufrad
tersebut menurut kapasitas manusia dari
ucapan dan pengertiannya.
Sedangkan dasar bagi kalangan khusus yang
beri keistemewaan dan inayah Allah swt dari
kaum 'arifin maupun Ulama ahli tamkin (Ulama
Billah) Allah tidak meridloi berdzikir dengan
model di atas. Sebagaimana firmanNya :
"Dan tak ada yang dari Kami melainkan baginya
adalah maqom yang dimaklumi."
Sungguh indah apa yang difirmankan. Dan
mengingatkan melalui taufiqNya pada si hamba,
memberikan keistemewaan pada hambaNya.
Maka nyatalah Asmaul Husna melalui ucapannya
dan dzikir pada Allah melalui dzikir menyebut
salah satu AsmaNya.
Maka, seperti firmanNya "Kun", jadilah seluruh
ciptaan semesta, dan meliputi seluruh maujud.
Siapa yang mengucapkan "Allah" dengan benar
bersama Allah, bukan disebabkan oleh suatu
faktor tertentu, namun muncul dari
pengetahuan yang tegak bersamaNya, penuh
dengan ma'rifat dan pengagungan padaNya,
disertai penghormatan yang sempurna dan
penyucian sejati, memandang anugerah, maka
ia benar-benar mengagungkan Allah Ta'ala,
benar-benar berdzikir dan mengagungkanNya
dan mengenal kekuasaanNya.
Sebab, mengingat Allah dan mentauhidkanNya
adalah RidloNya terhadap mereka bersamaNya,
sebagaimana layakNya Dia Yang Maha Suci.
Ma'rifat itu melihat, bukan mengetahui. Melihat
nyata, bukan informasi. Menyaksikan, bukan
mensifati. Terbuka, bukan hijab. Mereka bukan
mereka dan mereka tidak bersama mereka dan
tidak bagi mereka. Sebagaimana firmanNya :
"Nabi Isa tidak lain hanyalah seorang hamba
yang Kami berikan nikmat kepadanya." (Az-
Zukhruf: 59)
"Dan jika Aku mencintainya, maka Akulah
Pendengaran baginya, Mata dan tangan dan Kaki
baginya."
Bagiamana jalan menuju padaNya, sedang ia
disucikan
Dari aktivitas keseluruhan dan bagi-bagi
tugas?
Demi fana wujud mereka, karena WujudNya
Disucikan dari inti dan pecahan-pecahannya?
Tak satu pun menyerupaiNya, bahkan mana dan
bagaimana
Setiap pertanyaan tentang batas akan lewat
Dan diantara keajaiban-keajaiban bahwa
WujudNya di atas segalanya dan sirnanya
pangkal penghabisan.

sumber: sufinews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar