Minggu, 20 November 2011

Keutamaan Dzikir "Allohu Akbar"

Ibnu Athaillah As Sakandary
Begitu pula "Allahu akbar", yang di dalamnya
ada lima perspektif :
Pertama: Dalam "Allahu Akbar" ada
penyebutan Allah Ta'ala pada diriNya Sendiri,
pentauhidan, pengagungan dan penghormatan
atas
keagunganNya, yang lebih agung dan lebih besar
dibanding penyebutan makhlukNya yang lemah,
sangat butuh, dan pentauhidan makhluk
kepadaNya. Karena Allah swt-lah Yang Maha
Mencukupi dan Maha Terpuji.
Kedua: Dzikir dengan Nama tersebut lebih
agung dibanding dzikir dengan Asma'-asma'Nya
yang lain.
Ketiga: Bahwa Dzikirnya Allah Ta'ala pada
hambaNya di zaman Azali sebelum hambaNya
ada, adalah Dzikir teragung dan terbesar, yang
menyebabkan dzikirnya hamba saat ini.
Dzikirnya Allah Ta'ala tersebut lebih dahulu,
lebih sempurta, lebih luhur, lebih tinggi, lebih
mulia dan lebih terhormat. Dan Allah Ta'ala
berfirman : "Niscaya Dzikirnya Allah itu lebih
besar."
Keempat: Sebenarnya mengingat Allah swt, di
dalam sholat lebih utama dan lebih besar
dibanding mengingatNya di luar sholat.
Menyaksikan (musyahadah) pada Allah Ta'ala
(Yang Diingat) di dalam sholat lebih agung dan
lebih sempurna serta lebih besar ketimbang
sholatnya.
Kelima: Bahwa mengingat Allah atas berbagai
nikmat yang agung dan anugerah mulia, serta
doronganNya kepadamu melalui ajakanNya
kepadamu agar taat kepadaNya, adalah nikmat
paling besar dibanding dzikir anda kepadaNya,
dengan mengingat nikmat-nikmat itu, karena
anda semua tidak akan pernah mampu
mensyukuri nikmatNya.
Karena itu Nabi Muhammad saw, bersabda:
"Aku tidak mampu memuji padaMu, Engkau,
sebagaimana Engkau memujiMu atas DiriMu."
Artinya, "aku tidak mampu," padahal beliau
adalah makhluk paling tahu, paling mulia, dan
paling tinggi derajatnya dan paling utama.
Justru Nabi saw, menampakkan kelemahannya,
padahal beliau adalah paling tahu dan paling
ma'rifat - semoga sholawat dan salam Allah
melimpah padanya dan keluarganya -.
Setelah kita mentauhidkan Allah swt, yang
dinilai lebih agung ketimbang sholat, sehingga
sholat menjadi rukun islam yang kedua. Dalam
sabda Rasulullah saw:
"Islam ditegakkan atas lima: Hendaknya
menunggalkan Allah dan menegakkan sholat…
dst". Takbiratul Ihram dijadikan sebagai
pembukanya, Allahu Akbar.
Allah tidak menjadikan salah satu Asma-
asma'Nya yang lain, untuk Takbirotul Ihrom,
kecuali hanya Allahu Akbar. Karena Nabi saw,
melarangnya , demikian juga untuk Lafadz
Adzan, tetap menggunakan Takbir tersebut,
begitu pun setiap takbir dalam gerakan sholat.
Jadi Nama agung tersebut lebih utama
dibanding Nama-nama lainnya, lebih dekat bagi
munajat-munajat, bukan hanya dalam sholat
atau lainnya.
Dalam hadits disebutkan:
"Aku berada pada dugaan hambaKu apabila
hamba berdzikir padaKu. Maka apabila ia
berdzikir kepadaKu dalam jiwanya, Aku
mengingatnya dalam JiwaKu. Dan jika ia
berdzikir padaKu dengan kesendirianNya, maka
Aku pun mengingat dengan KemahasendirianKu.
Dan jika ia berdzikir di tengah padang
(keramaian) maka Aku pun mengingatnya di
keramaian lebih baik darinya."
Allah swt. Berfirman:"Dzikirlah kepadaKu maka
Aku berdzikir kepadamu."
Hal yang menunjukkan keutamaan dzikir
dibanding sholat dari esensi ayat tersebut,
yaitu firman Allah swt:
"Sesungguhnya sholat itu mencegah keburukan
dan kemungkaran."
Yang walau demikian merupakan dzikir
teragung, namun Dzikir "Allah" itu lebih besar
daripada sholat dan dibanding setiap ibadah
Abu Darda' meriwayatkan dari Nabi saw, beliau
bersabda :
"Ingatlah, maukah aku beri kabar kalian
tentang amal terbaikmu dan lebih luhur dalam
derajatmu, lebih bersih di hadapan Sang
Rajamu, dan lebih baik bagimu ketimbang
memberikan emas dan perak, dan lebih baik
ketimbang kalian bertemu musuhmu lalu
bertempur di mana kalian memukul leher
mereka dan mereka pun membalas memukul
lehermu?" Mereka menjawab, "Ya, kami mau.."
Rasulullah saw, bersabda, "Dzikrullah."
Juga dalam hadits yang diriwayatkan Mu'adz
bin Jabal :
"Tak ada amal manusia mana pun yang lebih
menyelamatkan baginya dari azdab Allah,
disbanding dzikrullah."
Makna Dzikrullah bagi hambaNya adalah bahwa
yang berdzikir kepadaNya itu disertai Tauhid,
maka Allah mengingatnya dengan syurga dan
pahala. Lalu Allah swt berfirman :
"Maka Allah memberikan balasan kepada
mereka atas apa yang mereka katakana, yaitu
syurga yang mengalir sungai-sungai di
bawahnya."
Dengan dzikir melalui Ismul Mufrad, yaitu
"Allah", dan berdoa dengan ikhlas kepadaNya,
Allah swt berfirman :
"Dan apabila hambaKu bertanya kepadaKu
tentang Aku, maka sesungguhnya Aku Maha
Dekat…"
Siapa yang berdzikir dengan rasa syukurnya,
Allah memberikan tambahan ni'mat berlimpah :
"Bila kalian bersyukur maka Aku bakal
menambah (ni'matKu) kepadamu…"
Tak satu pun hamba Allah yang berdzikir
melainkan Allah mengingat mereka sebagai
imbalan padanya. Bila sang hamba adalah
seorang 'arif (orang yang ma'rifat) berdzikir
dengan kema'rifatannya, maka Allah swt,
mengingatnya melalui penyingkapan hijab untuk
musyahadahnya sang 'arif.
Bila yang berdzikir adalah mukmin dengan
imannya, Allah swt, mengingatnya dengan
rahmat dan ridloNya.
Bila yang berdzikir adalah orang yang taubat
dengan pertaubatannya, Allah swt,
mengingatnya dengan penerimaan dan
ampunanNya.
Bila yang berdzikir adalah ahli maksiat yang
mengakui kesalahannya, maka Allah swt,
mengingatnya dengan tutup dan
pengampunanNya.
Jika yang berdzikir adalah sang penyimpang
dengan penyimpangan dan kealpaannya, maka
Allah swt mengingatnya dengan adzab dan
laknatNya.
Bila yang berdzikir adalah si kafir dengan
kekufurannya, maka Allah swt, mengingatnya
dengan azab dan siksaNya.
Siapa yang bertahlil padaNya, Allah swt,
menyegerakan DiriNya padanya
Siapa yang bertasbih, Allah swt, membagusinya
Siapa yang memujiNya Allah swt,
mengukuhkannya.
Siapa yang mohon ampun padaNya, Allah swt
mengampuninya.
Siapa yang kembali kepadaNya, Allah swt,
menerimanya.
Kondisi sang hamba itu berputar pada empat
hal :
Pertama: Ketika dalam keadaan taat, maka
Allah swt, mengingatkannya dengan
menampakkan anugerah dalam taufiqNya di
dalam taat itu.
Kedua: Ketika si hamba maksiat, Allah swt
mengingatkannya melalui tutup dan taubat.
Ketiga: Ketika dalam keadaan meraih nikmat,
Allah swt mengingatkannya melalui syukur
kepadaNya.
Keempat: Ketika dalam cobaan, Allah
mengingatkannya melalui sabar.
Karena itu dalam Dzikrullah ada lima
anugerah :
1. Adanya Ridlo Allah swt.
2. Adanya kelembutan qalbu.
3. Bertambahnya kebaikan.
4. Terjaga datri godaan syetan.
5. Terhalang dari tindak maksiat.
Siapa pun yang berdzikir, Allah pasti mengingat
mereka.
Tak ada kema'rifatan bagi kaum a'rifin,
melainkan karena pengenalan Allah swt kepada
mereka.
Dan tak seorang pun dari kalangan Muwahhidun
(hamba yang manunggal) melainkan karena
ilmunya Allah kepada mereka.
Tak seorang pun orang yang taat kepadaNya,
kecuali karena taufiqNya kepada mereka.
Tak ada rasa cinta sang pecinta kepadaNya,
kecuali karena anugerah khusus CintaNya
kepada mereka.
Tak seorang pun yang kontra kepada Allah swt,
kecuali karena kehinaan yang ditimpakan Allah
swt, kepada mereka.
Setiap nikmat dariNya adalah pemberian. Dan
setiap cobaan dariNya adalah ketentuan.
Sedangkan setiap rahasia tersembunyi yang
mendahului, akan muncul secara nyata di
kemudian hari.
Perlu diketahui bahwa kalimat tauhid
merupakan sesuatu antara penafiaan dan
penetapan. Awalnya adalah "Laa Ilaaha", yang
merupakan penafian, pembebasan,
pengingkaran, penentangan, dan akhinya adalah
"Illallah", sebagai kebangkitan, pengukuhan,
iman, tahid, ma'rifat, Islam, syahadat dan
cahaya-cahaya.
"Laa" adalah menafikan semua sifat Uluhiyah
dari segala hal yang tak berhak menyandangnya
dan tidak wajib padanya. Sedangkan "Illallah"
merupakan pengukuhan Sifat Uluhiyah bagi yang
berhak dan wajib secara hakikat.
Secara maknawi terpadu dalam firman Allah
swt :
"Siapa yang kufur pada Thaghut dan beriman
kepada Allah, maka benar-bvenar telah
memegang teguh tali yang kuat."
"Laa Ilaaha Illallah", untuk umum berarti demi
penyucian terhapad pemahaman mereka,.dari
kejumbuhan khayalan imajiner mereka, untuk
suatu penetapan atas Kemaha-Esaan, sekalgus
menafikan dualitsme.
Sedangkan bagi kalangan khusus sebagai
penguat agama mereka, menambah cahaya
harapan melalui penetapan Dzat dan Sifat,
menyucikan dari perubahan sifat-sifat baru
dan membuang ancaman bahayanya.
Untuk kalangan lebih khusus, justru sebagai
sikap tanzih (penyucian) terhadap perasaan
mampu berdzikir, mampu memandang anugerah
serta fadhal dan mampu berssyukur, atas
upaya syukurnya.

sumber: sufinews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar