Senin, 14 November 2011

Akhirnya Aku Buang Ilmu hikmah dan kanuragan

Akhirnya Aku Buang Ilmu Hikmah
dan Kanuragan (Badrul Munir / 34
Th - Mantan Guru Kedigdayaan)
Akhirnya Aku Buang Ilmu Hikmah dan
Kanuragan
Saturday, 07 June 2008 04:07 Hits: 11868 Email
Print PDFSuka10
Badrul Munir / 34 Th - Mantan Guru
Kedigdayaan
Jika Anda memiliki pertanyaan, “apa bedanya
antara Sufi dan dukun? ”Sodorkan saja
pertanyaan itu ke Badrul Munir. Pasalnya lelaki
lajang kelahiran Bogor, yang akrab disapa
Munir itu, sebelum bertarekat, ia lama
berjibaku di dunia
paranormal, kadigdayan atau ilmu hikmah.
Ilmu Supranatural yang dimiliki Munir
sebenarnya effect dari kesungguhannya
mendalami Silat Cimande, satu dari empat
aliran pencak silat tanah Pasundan. Tiga aliran
lainnya adalah Cikalong, Sabandar dan
Sera.Kemampuannya memperagakan jurus-
jurus pencak silat yang sudah dikenalkan oleh
seorang pendekar bernama Kahir sejak tahun
1760 ini membuatnya merasa perlu mendalami
ilmu kebal dan ilmu kehadiran atau ilmu
hikmah.
Berbagai guru dari berbagai daerah seperti
Sukabumi, Cianjur dan Banten, dengan berbagai
keahlian, didatanginya. Aneka ragam amalan
dari yang berbahasa Jawa, Sunda sampai Arab
ia dawam-kan dengan tujuan disegani kawan
dan tak dapat dijatuhkan lawan.
Kesohoran Munir sebagai guru silat dan hikmah
yang “digdaya” mulai menggema gaungnya,
setidaknya dilihat dari jumlah muridnya yang
mencapai hingga ratusan orang, atau tamu
yang sowan kepadanya mulai dari yang minta
penglaris, pengasih sampai calon Bupati yang
minta dukungan kadigdayan agar dapat
memenangkan pemilihan. Terlebih, guru muda
ini selalu tampil terdepan disetiap
penggerebegan tempat-tempat judi dan
maksiat di daerahnya.
Hanya bermodalkan bacaan-bacaan sejenis,
Yaahuu jabardas-jabardis yartatas keris
Soleman, den kaya keris mengkana landhepe
tangan ingsun, lalu tangan menggebrak meja,
musuh akan menjadi ciut dan gagu,atau hanya
dengan menggebrak tangan kanan diatas tanah,
puluhan lawan yang menyerang akan
terpelanting, kocar-kacir, tidak
keruan.“Praktis. Setiap malam saya tidur
hanya dua jam cuma untuk meladeni tamu yang
terus berdatangan,” kata Munir mengenang.
Diantara amalan dan wiridan yang dimiliki,
Munir lebih tertarik untuk mengamalkan Hizb
Khofiy, Hizb Bahr dan Hizb Nashor karya Imam
Abul Hasan Asy-Syadziliy. Mungkin karena
alasan “kedahsyatan kekuatan” didalamnya,
ketiga hizb itu mendapat tempat istimewa
dihati Munir. Tidak hanya itu, dalam diri
Munir ada dorongan kuat untuk mengenal siapa
Imam Abul Hasan Asy-Syadziliy. “Ada
sejenis invisible hand yang mendorong saya
untuk mengenal lebih jauh sosok Abul Hasan
Asy-Syadziliy, penulis ketiga hizb yang sering
saya wiridkan tersebut” tutur Munir.
Pucuk dicita ulam tiba. Dari Majalah Cahaya
Sufi, Munir menemukan runtutan silsilah Imam
Abul Hasan Asy-Syadziliy pada seorang
Mursyid Pengasuh Pesulukun Thoriqot Agung
(PETA) di Tulung Agung Jawa Timur. Tanpa pikir
panjang, mantan mahasiswa IAIN Jakarta ini
langsung pergi ke Tulung Agung, dengan satu
harapan ia dapat mengasah dan mempertajam
lagi ketiga hizib yang sudah rutin
diwiridkannya. Sepanjang perjalanan menuju
Tulung Agung, Munir memimpikan ketiga
hizibnya itu, ibarat sebuah keris, akan
dapat lebih memancarkan pamornya,
kelak sekembalinya dari Tulung Agung.
Apa yang didapatinya setibanya di pondok
PETA ? Munir dianjurkan untuk suluk, berbai-at
dan diminta membuang semua ilmu hikmah atau
kanuragan yang pernah dipelajarinya. Sebagai
gantinya, ia hanya diberitahu tiga hal yang
harus dimohonkannya kepada Allah Swt; Terang
hati; Tetap Iman; Selamat didunia dan akhirat,
termasuk ketika mewiridkan tiga hizb
favoritnya itu. “Ach, apa iya ?,” Munir
membatin waktu itu.
Tak mudah awalnya bagi Munir menerima
anjuran tersebut, terutama ketika dirinya
diminta untuk membuang ilmu kanuragan nya.
Ia merasa eman sebab ilmu-ilmu itu didapati
nya melalui proses yang panjang, berkeringat
dan berdarah-darah. Ia malah lebih memilih
memperdalam kedigdayaan ketimbang
menyelesaikan studi S1 nya. Apalagi jika dilihat
dari sisimateri dan status sosial, mantan
aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyyah ini
telah mendapatkan semuanya dan merasa
nyaman dengan ilmu-ilmu beraroma wingit-
mistik dan silat Cimandenya, yang bersilsilah
dari Kahir, Rangga, Ace Naseha, H. Abdul
Shamad, H. Idris, H. Adjid, H. Zarkasih, H.
Niftah dan H. R.A. Sutisna, yang dipunyai itu.
[pagebreak]
Mendapat penjelasan bahwa lelaku yang
dijalaninya selama ini telah melesat jauh dari
hal-hal yang diridlai oleh Allah Swt; berpuasa,
tapi tujuannya agar dikunjungi banyak tamu;
dapat membuat tubuhnya kebal dari timah
panas dan benda-benda tajam. Munir hanya
bisa diam, tersipu.
Sesaat kemudian, Munir pun menyadari bahwa
ilmu kehadiran yang dipunyainya lebih banyak
dibantu oleh kekuatan gaib terutama yang
datang dari bangsa jin. Hal ini bisa dilihat
ketika ilmu kehadiran nya bekerja, betapa
orang yang “dihadiri” (baca; dirasuki),
suaranya tiba-tiba berubah menjadi datar
tanpa intonasi; kekuatan fisiknya melebihi
kekuatan yang sebenarnya; tatapan matanya
pun tajam, kosong lurus kedepan; pada
tingkatan tertentu orang yang kerasukan
mampu berbuat sesuatu yang tak lazim seperti
terbang atau melempar benda yang beratnya
hingga mencapai ton-tonan hanya dengan
sebelah tangan dengan sekali gerakan saja;
matanya mendelik hingga hanya terlihat
kelopak putihnya saja dan seterusnya. Munir
kembali terdiam, tersipu.
Sejak suluk kali pertamanya itulah, ia buang
seluruh amalan, semua wiridan yang pernah
dipunyainya sebelumnya.
Kini, setelah beberapa kali suluk, Munir mulai
memahami pelajaran pertama yang didapatinya
ketika baru menapaki Dunia Sufi yakni: Terang
hati; Tetap Iman; Selamat didunia dan akhirat.
“Tiga hal itu, saya rasa modal pertama dan
paling utama untuk setiap manusia yang hidup
didunia,” tuturnya. “Tanpa itu semua,
manusia akan selalu terjerembab pada
jurang-jurang kekonyolan,” tambahnya.
Sesudah beberapa kali mendapat ijazah
amalan-amalan Thoriqot syadziliyyah ia
semakin merasakan dirinya bukan apa-apa
selain seorang hamba yang lemah, penuh hina
dan hina. Ia semakin merasa malu jika ada
dorongan halus yang mendorongnya untuk
bertanya apakah hatinya sudah bersih dan suci
atau sudah di maqom manakah ia kini berada.
Munir juga sangat ketat mewaspadai dirinya
dari setiap vested interest yang tanpa disadari
bisa merasuki siapa saja termasuk pengamal
Thoriqot sekalipun. Ia tak ingin terperosok pada
kekeliruan yang pernah dialaminya,
menggunakan “jurus zikir” kepada setiap
orang yang datang meminta bantuan batinnya.
“Saya geli bercampur sedih ketika melihat
ada diantara jamaah Thoriqot syadziliyyah yang
masih sok bergaya dukun, memberi jaminan
bahwa kalau dzikir tertentu dibaca sekian kali,
maka maksudnya (seperti naik pangkat, ngusir
jin, banyak murid atau ramai pembeli) akan
tercapai,” ungkap Munir yang kalau saja muak
kepada sesama dibolehkan agama ia akan muak
(terutama) kepada para pengamal tarekat yang
selalu disibukkan oleh urusan-urusan wirid
dengan perasaan seolah-olah tengah
melakukan kebaikan padahal semua yang
dilakukannya itu (sebenarnya merupakan
lakulampah dunia para dukunyang) selalu
digantungkan pada khasiat, mujarab, bisa
begini dan bisa begitu.
Ketika Cahaya Sufi menanyakan kenapa Munir
masih mengajarkan Silat Cimande, alasan
utama yang disampaikannya karena Guru
Ruhaninya, Syeikh Sholahuddin, memintanya
untuk terus menularkan kepada orang lain,
disamping Silat Cimande yang ada saat ini
sudah dibersihkan dari ritual mistik. “Silat
Cimande yang saya tularkan sekarang ini tidak
lebih dari sebuah amanat dalam membangun
dan mengembangkan kepribadian dan karakter
mulia anak-anak muda dikampung ini, Mas.
Silat itu cuma sebagai sarana mengajak
teman-teman (muda) untuk secara bersama-
sama “mengunjungi” Allah, Mas,”beber
Munir.
Meski sudah lebih dari enam kali bersuluk,
sikapnya secara syar’i masih tetap terbilang
wajar. Hanya saja memang, ia semakin tegas
menjaga jiwa dan nuraninya agar tidak
terkotori oleh pengaruh keindahan dan hiruk
pikuk dunia. Ia juga selalu menjaga agar tidak
berlebihan baik dalam ucapan, tindakan, hasrat
dan keinginan.
Yang pasti. berlama-lama bersama Badrul
Munir akan membawa kita untuk merenungkan
sebuah hadist Nabi Saw: “Betapa banyak amal
ibadah yang tampak bersifat ukhrawi tapi
sebenarnya duniawi....”

from sufinews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar