Kamis, 26 Januari 2012

An-Nifari

Pengelana Sufi dari Iraq
Sufi besar ini lahir di Iraq. Ketinggiannya
ilmunya melampaui Rumi dan al Hallaj. Ia
adalah teoritikus sufi sekaligus sastrawan
besar. Nama mistikus an-Nifary mungkin agak
asing ditelinga kita.Tidak seperti al Bustami
maupun al Hallaj, ia seakan kurang begitu
terdengar. Padahal di mata ahli tasawuf
pandangan-pandangan sufistiknya sangat
berpengaruh. Para sufi sesudahnya banyak
yang mengikuti jejak pria kelahiran Iraq ini.
Walau lirih, An-Nifary telah meninggalkan
tapak-tapak yang tidak kalah penting dibanding
al Hallaj maupun al Bustami.Bahkan dalam
memaknai tasawuf an-Nifary dipandang lebih
hati-hati dan tidak kontroversial. Meskipun
sosoknya bisa dibilang agak sulit, tetapi dirinya
menjadi tokoh panutan yang tiada banding.
Bernama lengkap Muhammad ibnu Abd Jabbar
bin al Husain an-Nifary, dikenal tidak hanya
sebagai seorang sufi saja. Dunia kesusastraan
telah menempatkan dirinya dalam pada puncak
kemasyhuran. Kehidupan tokoh ini sulit
terlacak. Di duga ia dilahirkan di Basrah Iraq
dengan tanggal dan tahun yang sulit ditemukan.
Minimnya data disebabkan oleh pribadi an-
Nifary. Sang sufi dikenal sebagai seorang yang
suka menyendiri. Disamping itu kesehariannya
lebih dikenal sebagai sosok pengelana.
Kesohor sebagai pengembara menjadikan
pengamat sufisme Dr. Margareth Smith
menjulukinya sebagai Guru Besar di Jalan
Mistik Sifat itu membikin karya-karyanya
jarang terlacak. Kalaupun sekarang ada, tak
lebih dari jasa orientalis Inggris, Arthur John
Arberry. Pengamat Islam ini berhasil
menerjemahkan beberapa karyanya tahun 1934.
Meski demikian tidak banyak karya-karyanya
yang terlacak. Pengembaraan menjadi salah
satu cirinya. Karya-karyanya juga penuh
dengan perjalanan spiritual yang mengagumkan.
Tidak kalah jauhnya dengan pengembaraannya
di dunia nyata. Tahap demi tahap dilakukannya
sampai pada puncak yang paling tinggi.
Itulah salah satu kalimat dari beberapa karya
an-Nifary. Tokoh ini terasa unik. Berbeda
dengan sufi lainnya, dalam diri an-Nifary ada
dua kelebihan. Di dunia sastra sufi, an-Nifary
sama seperti ar Rumi maupun maupun al
Aththar. Dibanding dengan keduanya, karya
an-Nifary lebih mendalam. Pertama, ia
seorang sastrawan sufis. Kedua, ia seorang
teoritikus mistik.
Pengalaman spiritual dibingkai dalam bahasa
sastra yang tinggi dan elok. Tidak dapat
dipungkiri, nama an Niffrari berderet diantara
sufi-sufi agung dan sastrawan sepanjang
zaman. Bait-bait puisinya tidak pernah luput
dari pemaknaan tentang Tuhan. Seperti
puisinya tentang penyerahan kepada Allah
berikut ini:
Ilmu adalah huruf yang tak terungkap kecuali
oleh perbuatan. Dan perbuatan adalah huruf
yang tak terungkap kecuali oleh keikhlasan. Dan
keikhlasan adalah huruf yang tak terungkap
kecuali oleh kesabaran. Dan kesabaran adalah
huruf yang tak terungkap oleh penyerahan
Sifat pasrah berhasil diungkapkan dalam
bahasa yang indah. Puisi ini menggambarkan
bagaimana sebaiknya mengartikan kepasrahan
secara mendasar. Totalitas penyerahan kepada
Tuhan akan menghasilkan pemaknaan yang
benar tentang Islam. Dan itulah pula makna
sujud yang dilakukan oleh umat Islam dalam
sholat. Tidak hanya kening yang melekat di
hamparan sajadah. Tetapi jauh lagi adalah
menyerahkan jiwa raganya kepada Allah.
Pemahamannnya yang tinggi terhadap tasawuf
menempatkannya dalam deretan teoritikus
mistik sepanjang zaman. Ada yang berpendapat
bahwa an-Nifary mempunyai kemiripan dengan
al Hallaj. Keduanya telah mencapai Wahdatusy
Syuhud (Penyatuan Penyaksian). Bedanya hanya
soal kehati-hatian. An-Nifary cenderung lebih
hati-hati untuk tidak mengatakan seperti al
Hallaj atu al Bustami. Kalau al Hallaj mungkin
lebih memilih untuk berkata ," Akulah al Haq!".
Atau al Bustami dengan kredonya yang
terkenal, "Mahasuci daku, alangkah agungnya
perihalku."
Al Hallaj dalam menanggapi perjalanan
spiritualnya sering kali terlihat menimbulkan
kontroversi. Bahkan gara-gara pencapaiannya
ini, ia dihukum mati. Berbeda dengan al
Bustami maupun an-Nifary. Dua sosok ini lebih
hati-hati dalam mengungkapkan pencapaian-
pencapaian spiritualitasnya. Walau begitu
kesalahan pemahaman terhadap keduanya juga
sering bermunculan.
Karya-karya an-Nifary
Terlepas dari itu semua, pemikiran tasawuf
dengan sangat memukau. Tasawuf di kaji
secara mendalam dengan argumentasi yang
cerdas. Sufisme menjadi bahasa spiritual
sekaligus ilmu pengetahuan. Melalui simbol-
simbol tampak sekali perjalanan dan konsepnya
tentang tasawuf. Meski dengan hati- hati, ia
mampu menerjemahkannya dalam sebuah pola
berfikir yang jitu.
Ada sebuah karyanya yang penting dan dapat
dinikmati sampai sekarang. Kitab berjudul al
Mawafiq wal Mukhthabat ( Posisi-Posisi dan
Percakapan-Percakapan). Diakui banyak
pengamat, karyanya ini sarat dengan simbol.
Hasilnya bahasa-bahasa kiasan itu sering
menimbulkan kontroversi. Dimungkinkan kalau
tidak hati-hati akan menimbulkan pemaknaan
yang salah.
Selanjutnya karya ini menjadi dua bagian
penting. Namun keduanya tidak dapat
dipisahkan satu sama lainnya. Ada sebuah
cerita menarik tentang karyanya ini. Menurut
pendapat satu-satunya pemberi syarah karya
an-Nifary, Afifuddin at-Tilmisani bahwa ia
tidak menulis sendiri karyanya. An-Nifary
hanya mendiktekan ide dan pengalaman
spiritualnya pada sang anak. Atau ia hanya
menulis dalam potongan-potongan kertas dan
kemudian disusun kembali oleh putranya itu.
Dimungkinkan kalau karyanya ditulis dan
disusun sendiri akan lebih sempurna dan indah.
Dalam bagian pertama kitab ini diterangkan
maqam, posisi atau tempat berdiri seseorang.
Mawafiq yang merupakan jamak dari mauqif
menunjukkan posisi seseorang dalam tingkatan
spiritualitas. Posisi itu sendiri disebut waqfah.
Menurutnya waqfah ini merupakan sumber
ilmu. Tentang hal ini Dr.Fudholi Zaini
menulis,” Waqfah adalah ruh dari ma’rifat,
dan pada ma’rifat adalah ruh dari kehidupan.
Pada waqfah telah tercakup di dalamnya
ma’rifah, dan pada ma’rifah telah tercakup
di dalamnya ilmu. Waqfah berada dibalik
kejauhan ( al ab’ud ) dan kedekatan (al qurb),
dan ma’rifah berada dalam kedekatan, dan
ilmu ada dalam kejauhan. Waqfah adalah
kehadiran Allah dan ma’rifah adalah ucapan
Allah, dan ilmu adalah tabir Allah. Dengan
demikian urutan dari besar ke kecil sebagai
berikut: waqfah, ma’rifah dan ilmu.”
Proses penyaksiaan ini menjadi hal yang sangat
pribadi. Bila orang mencapai maqam tinggi,
perkataannya bisa menjadi sesuatu yang tidak
jelas dan sulit dimengerti. Bahkan dalam
beberapa hal sukar untuk dikomunikasikan.
Maka dari itu an-Nifary memilih diam ketika
melewati tahapan spiritualitasnya. Baginya
kata-kata tidak pernah bisa menampung
penglihatannya.
Dalam kitab ini juga diterangkan tentang ilmu
dan amal perbuataan atau makrifat dengan
ibadah. Ia mengatakan berpendapat hakekat
ilmu adalah perbuatan. Hakekat perbuatan
adalah keihlasan. Hakekat keikhlasan adalah
kesabaran, dan hekekata kesabaran adalah
penyerahan. Baginya hehekat tidak akan
terbentuk kecuali dengan syariat. Demikian
pula ide tidak akan terlaksana kalau tidak ada
penerapan dan perbuatan. Makanya
kerterkaitan antara syariat dan hakaket
menjadi penting artinya.
Sedang dalam al Mukhathabat berisi kata-kata
batin dan kata-kata yang Maha Kuasa dalam
diri sang sufi. Di mana dalam posisi terakhir
ini an-Nifary lebih memilih diam. Pengalaman
ruhani yang luar biasa ini menimbulkan
spontanitas yang membuatnya menjadi gagap.
Menutut Dr.Fudholi Zaini, kitab al Mukhathabat
ini biasanya diawali dengan ungkapan”Ya
abd!” (Wahai hamba). Di tulis juga dalam kitab
ini bahwa ilmu menempati posisi yang utama.
Semua jalan menuju Tuhan harus lewat ilmu.
Tak salah kalau AJ Arberry memandang an-
Nifary sebagai teoritikus ulung. Spiritualitas di
tangannya bisa lebih dipahami. Dengan
pengungkapan melalui bahasa sastra yang
indah, beberapa pokok pandangan sufistiknya
mengalir lancar. Sebagai ulama yang sangat
memegang syariat, cara bertuturnyapun
cenderung tidak melewati aturan. Emosi
pengembaraan spiritual tergambar pelan-pelan
menuju puncak Ilahiyah.
Kata-kata Bijak an-Nifary
Membaca ujaran-ujaran an-Nifary kita akan
melihat cara pandangnya. Beberapa
pemikirannya tentang ilmu, tabir sampai
persaksian dengan Tuhan berhasil dijelaskan.
Tidak ada kata yang meledak-ledak. Padahal
simbol dan makna yang diungkapkannya kadang
terasa aneh dan gelap. Berikut beberapa
ujaran an-Nifary yang berhasil dihimpun oleh
pengamat sufisme Margareth Smith
sebagaimana ditulis dalam buku ujaran-ujaran
dan Karyanya :
“ Keabadian melagukan pujian kepada-Ku dan
ia adalah salah satu sifat-Ku yang wajib
melakukan hal itu, dan telah Aku ciptakan dari
pujiannya malam dan siang dan telah Aku buat
keduanya dalam selubung-selubung yang
merentang mengelilingi mata dan pikiran
manusia, dan mengelilingi benak dan kalbu
mereka. Malam dan siang adalah dua selubung
yang saling merentangi semua yang telah Aku
ciptakan, tetapi karena Aku telah memilihmu
untuk Diri-Ku, telah Aku angkat kedua
selubung itu agar kau bisa melihat Ku dan kau
telah melihat Ku , karenanya berdirilah
dihadapan Ku dan teruslah dalam penglihatan
Ku, karena kau tidak akan terpisah oleh
sesuatu yang tak mungkin
megak dan serahkanlah hanya kepada Ku semua
yang pernah Aku wujudkan kepadamu.”
Disamping itu juga ditulis,” Tuhan berkata
kepadaku : “Tanyakan kepada-Ku dan
katakan,” Duhai Tuhan , berapa lama aku
harus berpegang teguh kepada Mu , agar ketika
hari pembalasan tiba, engkau tidak
menghukumku dengan hukuman Mu dan Engkau
tidak berpaling dariku ?” Dan Aku akan
berkata kepadamu ,” Berpegang teguhlah pada
hukum agama (Sunah) dalam pengetahuan dan
tindakan, dan perpegang teguhlah engkau pada
ilmu yang telah Aku berikan kepadamu kedalam
kalbumu, dan ketahuilah bahwa ketika Aku
menjadikan diri Ku terlihat olehmu, Aku tidak
akan menerima darimu dari apa yang datang
kepadamu dari penjelmaan Ku yang terlihat
untukmu, karena kepada kaulah Aku telah
berbicara. Kau telah mendengarkan Ku, kau
mengetahui bahwa kau mendengarkan Ku dan
kau memahami bahwa semua benda berasal
dari Ku”
Sedang Dr.Fudholi Zaini menerjemahkan
beberapa ujarannya sebagai berikut:
“Ia menghentikanku dalam posisi kebangggan
dan berkata kepadaku: Akulah yang lahir dan
tak ada yang tampak dariku. Dekatnya tak bisa
memantauku dan wujudnya tak bisa menujukku.
Akulah penyembunyi yang batin dan aku lebih
tersembunyi darinya. Dalilnya tak bisa
melacakku dan lorongnya tak sampai kepadaku.
Kebodohan itu tabirnya penglihatan dan ilmu
juga tabirnya penglihatan. Akulah yang lahir
tanpa tabir dan hijab, dan akaulah yang batin
tanpa singkap. Siapa yang telah mengenal hijab
maka ia akan segera menjelang singkap.”
Selanjutnya ia menulis, “ Kedirian seorang
waqif adalah diamnya. Kedirian seorang arif
adalah ucapannya. Kedirian seorang alim adalah
ilmunya.”
Itulah salah satu kalimat dari beberapa karya
an-Nifary. Kata-kata diatas mengambarkan
pemaknaan yang cukup dalam tentang
pengetahuan dan makrifat. Tiap kali bertambah
ilmu serta makrifat, semakin sedikitlah kata-
kata yang bisa diungkapkan. Yang ada hanya
ketakjuban akan pesona keindahan dan
kebesaran Sang Segala Keindahan.

sumber SufiNews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar