Selasa, 17 Januari 2012

KH. Nahrowi Dalhar ( wali dr Gunung Pring )

Kiai Haji Nahrowi
Dalhar
Kiai Haji Nahrowi Dalhar
atau Mbah Dalhar dikenal
sebagai ulama yang
mumpuni. Belum lama ini
sosok Kiai Ahmad Abdul
Haq meninggal dunia. Kiai
kharismatik ini adalah
putra dari kiai Dalhar
yang juga dikenal sebagai
salah satu wali
yang masyhur di tanah Jawa. Mbah Dalhar
begitu panggilan akrabnya adalah mursyid
tarekat Syadziliyah dan dikenal sebagai
seorang yang wara’ dan menjadi teladan
masyarakat.
Kiai Haji Dalhar , Watucongol, Magelang dikenal
sebagai salah satu guru para ulama. Kharisma
dan ketinggian ilmunya menjadikan rujukan
umat Islam untuk menimba ilmu. Mbah Dalhar ,
begitu panggilan akrabnya adalah sosok yang
disegani sekaligus panutan umat Islam,
terutama di Jawa Tengah. Salah satu mursyid
tarekat Syadziliyah ini dikenal juga menelorkan
banyak ulama yang mumpuni.
Mbah Dalhar dilahir kan pada 10 Syawal 1286 H
atau 10 Syawal 1798 – Je (12 Januari 1870 M)
di Watucongol, Muntilan, Magelang, Jawa
Tengah. Lahir dalam lingkungan keluarga
santri yang taat. Sang ayah yang bernama
Abdurrahman bin Abdurrauf bin Hasan Tuqo
adalah cucu dari Kyai Abdurrauf. Kekeknya
mbah Dalhar dikenal sebagai salah seorang
panglima perang Pangeran Diponegoro. Adapun
nasab Kyai Hasan Tuqo sendiri sampai kepada
Sunan Amangkurat Mas atau Amangkurat III.
Oleh karenanya sebagai keturunan raja, Kyai
Hasan Tuqo juga mempunyai nama lain dengan
sebutan Raden Bagus Kemuning.
Semasa kanak – kanak, Mbah Dalhar belajar
Al-Qur’an dan beberapa dasar ilmu
keagamaan pada ayahnya sendiri. Pada usia 13
tahun baru mondok di pesantren. Ia dititipkan
oleh ayahnya pada Mbah Kyai Mad Ushul (begitu
sebutan masyhurnya) di Dukuh Mbawang,
Ngadirejo, Salaman, Magelang. Di bawah
bimbingan Mbah Mad Ushul , ia belajar ilmu
tauhid selama kurang lebih 2 tahun.
Kemudian tercatat juga mondok di Pondok
Pesantren Al-Kahfi Somalangu, Kebumen pada
umur 15 tahun. Pesantren ini dipimpin oleh
Syeikh As Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-
Jilani Al-Hasani atau yang ma’ruf dengan
laqobnya Syeikh Abdul Kahfi Ats-Tsani. Selama
delapan tahun mbah Kyai Dalhar belajar di
pesantren ini. Selama itulah Mbah Dalhar
berkhidmah di ndalem pengasuh. Hal itu terjadi
atas dasar permintaan ayahnya kepada Syeikh
As Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-
Hasani.
Jalan Kaki dan Pemberian Nama Baru
Tidak hanya di daerah sekitar Mbah Dalhar
menimba ilmu. Di Makkah Mukaramah berliau
berguru kepada beberapa alim ulama yang
masyhur. Perjalalannya ke tanah suci untuk
menuntut ilmu terjadi pada tahun 1314 H/1896
M. Mbah Kyai Dalhar diminta oleh gurunya,
Syeikh As Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-
Jilani Al-Hasani untuk menemani putera laki
– laki tertuanya Sayid Abdurrahman Al-Jilani
Al-Hasani untuk menuntut ilmu di Mekkah.
Syeikh As Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-
Jilani Al-Hasani berkeinginan menyerahkan
pendidikan puteranya kepada shahib beliau yang
menjadi mufti syafi’iyyah Syeikh As Sayid
Muhammad Babashol Al-Hasani
Keduanya berangkat ke Makkah dengan
menggunakan kapal laut melalui pelabuhan
Tanjung Mas, Semarang. Ada sebuah kisah
menarik tentang perjalanan keduanya. Selama
perjalanan dari Kebumen da singgah di
Muntilan , kemudian lanjut sampai di
Semarang, Mbah Dalhar memilih tetap berjalan
kaki sambil menuntun kuda yang dikendarai
oleh Sayid Abdurrahman. Hal ini dikarenakan
sikap takdzimnya kepada sang guru. Padahal
Sayid Abdurrahman telah mempersilahkan
mbah Kyai Dalhar agar naik kuda bersama.
Di Makkah (waktu itu masih bernama Hejaz),
mbah Kyai Dalhar dan Sayid Abdurrahman
tinggal di rubath (asrama tempat para santri
tinggal) Syeikh As Sayid Muhammad Babashol
Al-Hasani yaitu didaerah Misfalah. Sayid
Abdurrahman dalam rihlah ini hanya sempat
belajar pada Syeikh As Sayid Muhammad
Babashol Al-Hasani selama 3 bulan, karena
beliau diminta oleh gurunya dan para ulama
Hejaz untuk memimpin kaum muslimin
mempertahankan Makkah dan Madinah dari
serangan sekutu. Sementara itu mbah Kyai
Dalhar diuntungkan dengan dapat belajar
ditanah suci tersebut hingga mencapai waktu
25 tahun.
Syeikh As_Sayid Muhammad Babashol Al-
Hasani inilah yang kemudian memberi nama
“Dalhar” pada mbah Kyai Dalhar. Hingga
ahirnya beliau memakai nama Nahrowi Dalhar.
Dimana nama Nahrowi adalah nama asli beliau.
Dan Dalhar adalah nama yang diberikan untuk
beliau oleh Syeikh As Sayid Muhammad
Babashol Al-Hasani. Rupanya atas kehendak
Allah Swt, mbah Kyai Nahrowi Dalhar
dibelakang waktu lebih masyhur namanya
dengan nama pemberian sang guru yaitu Mbah
Kyai “Dalhar”. Allahu Akbar.
Ketika berada di Hejaz inilah mbah Kyai Dalhar
memperoleh ijazah kemursyidan Thariqah As-
Syadziliyyah dari Syeikh Muhtarom Al-Makki
dan ijazah aurad Dalailil Khoerat dari Sayid
Muhammad Amin Al-Madani. Dimana kedua
amaliyah ini dibelakang waktu menjadi bagian
amaliah rutin yang memasyhurkan.
Mbah Kyai Dalhar adalah seorang ulama yang
senang melakukan riyadhah. Sehingga pantas
saja jika menurut riwayat shahih yang berasal
dari para ulama ahli hakikat sahabat –
sahabatnya, beliau adalah orang yang amat
akrab dengan nabiyullah Khidhr as. Sampai –
sampai ada putera beliau yang diberi nama
Khidr karena tafaullan dengan nabiyullah
tersebut. Sayang putera beliau ini yang cukup
‘alim walau masih amat muda dikehendaki
kembali oleh Allah Swt ketika usianya belum
menginjak dewasa.
Selama di tanah suci, mbah Kyai Dalhar pernah
melakukan khalwat selama 3 tahun disuatu goa
yang teramat sempit tempatnya. Dan selama
itu pula beliau melakukan puasa dengan berbuka
hanya memakan 3 buah biji kurma saja serta
meminum seteguk air zamzam secukupnya.
Dari bagian riyadhahnya, beliau juga pernah
melakukan riyadhah khusus untuk mendoakan
para keturunan beliau serta para santri –
santrinya. Dalam hal adab selama ditanah suci,
mbah Kyai Dalhar tidak pernah buang air kecil
ataupun air besar di tanah Haram. Ketika
merasa perlu untuk qadhil hajat, beliau lari
keluar tanah Haram.
Selain mengamalkan dzikir jahr ‘ala
thariqatis syadziliyyah, mbah Kyai Dalhar juga
senang melakukan dzikir sirr. Ketika sudah
tagharruq dengan dzikir sirrnya ini, mbah Kyai
Dalhar dapat mencapai 3 hari 3 malam tak
dapat diganggu oleh siapapun. Dalam hal
thariqah As-Syadziliyyah ini menurut kakek
penulis KH Ahmad Abdul Haq, beliau mbah Kyai
Dalhar menurunkan ijazah kemursyidan hanya
kepada 3 orang. Yaitu, Kyai Iskandar, Salatiga ;
KH Dimyathi, Banten ; dan kakek penulis sendiri
yaitu KH Ahmad Abdul Haq. Sahrallayal
(meninggalkan tidur malam) adalah juga bagian
dari riyadhah mbah Kyai Dalhar. Sampai dengan
sekarang, meninggalkan tidur malam ini
menjadi bagian adat kebiasaan yang berlaku
bagi para putera – putera di Watucongol.
Murid dan Karya – karyanya
Karya mbah Kyai Dalhar yang sementara ini
dikenal dan telah beredar secara umum adalah
Kitab Tanwirul Ma’ani. Sebuah karya tulis
berbahasa Arab tentang manaqib Syeikh As-
Sayid Abil Hasan ‘Ali bin Abdillah bin Abdil
Jabbar As-Syadzili Al-Hasani, imam thariqah
As-Syadziliyyah. Selain daripada itu
sementara ini masih dalam penelitian. Karena
salah sebuah karya tulis tentang sharaf yang
sempat diduga sebagai karya beliau setelah
ditashih kepada KH Ahmad Abdul Haq ternyata
yang benar adalah kitab sharaf susunan Syeikh
As-Sayid Mahfudz bin Abdurrahman
Somalangu. Karena beliau pernah mengajar di
Watucongol, setelah menyusun kitab tersebut
di Tremas. Dimana pada saat tersebut belum
muncul tashrifan ala Jombang.
Banyak sekali tokoh – tokoh ulama terkenal
negara ini yang sempat berguru kepada beliau
semenjak sekitar tahun 1920 – 1959.
Diantaranya adalah KH Mahrus, Lirboyo ; KH
Dimyathi, Banten ; KH Marzuki, Giriloyo dan
lain sebagainya. Sesudah mengalami sakit
selama kurang lebih 3 tahun, Mbah Kyai Dalhar
wafat pada hari Rabu Pon, 29 Ramadhan 1890
– Jimakir (1378 H) atau bertepatan dengan 8
April 1959 M. Ada yang meriwayatkan jika
beliau wafat pada 23 Ramadhan 1959. Akan
tetapi 23 Ramadhan 1959 bukanlah hari Rabu
namun jatuh hari Kamis Pahing.

smbr SufiNews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar